Kepribadian Muhammadiyah

A. Latar Belakang

Kepribadian Muhammadiyah adalah rumusan yang menggambarkan hakekat Muhammadiyah, apa yang menjadi dasar, pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah serta sifat-sifat yang dimilikinya. Kepribadian Muhammadiyah disahkan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-35 pada tahun 1962 di Jakarta atau yang disebut dengan Muktamar Setengah Abad. 
Munculnya gagasan merumuskan Kepribadian Muhammadiyah diawali dari pidato KH. Faqih Usman yang menyampaikan ceramah dengan judul "Apakah Muhammadiyah itu?" Keadaan saat itu memang diperlukan penegasan identitas organisasi untuk menjadi pegangan bagi warga Persyarikatan dalam menghadapi situasi yang tidak menentu. Keadaan tersebut terkait dengan situasi politik kenegaraan dan sosial kemasyarakatan Indonesia yang tidak menentu karena Konstituante sebagai lembaga legislatif saat itu gagal merumuskan dasar negara kesatuan Republik Indonesia. Akibat kegagalan tersebut, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang intinya memutuskan untuk dasar negara kembali kepada UUD 1945 dan pemerintahan dilaksanakan dengan Demokrasi Terpimpin yang berarti demokrasi yang dipimpin dengan Pancasila dan UUD 1945.
Jika melihat bahwa demokrasi terpimpin berarti dipimpin dengan Pancasila dan UUD 1945, maka bisa diduga sekilas bahwa demokrasi yang diterapkan akan seperti harapan rakyat Indonesia. Namun dalam kenyataannya, karena saat itu dalam sistem kepartaian ada Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mempunyai ambisi besar melaksanakan revolusi rakyat, pelaksanaan demokrasi terpimpin pelan-pelan digeser menjadi demokrasi yang dipimpin oleh Pemimpin Besar Revolusi/Panglima Tertinggi ABRI yaitu Presiden Sukarno. PKI mendorong presiden Sukarno untuk semakin berkuasa dan berlindung dibawah nama besarnya untuk menyingkirkan semua pihak yang dianggap menghalangi tujuannya melakukan revolusi. Beberapa kebijakan dibuat presiden atas dorongan kuat dari PKI antara lain pelaksanaan konsep NASAKOM (Nasional Agama Komunis), presiden seumur hidup, Pancasila diperas menjadi Trisila, kemudian Eka Sila yang intinya adalah Gotong Royong. Semua itu tentu menyimpang jauh dari Pancasila dan UUD 1945.
Titik puncak dari penyimpangan itu terpusatnya seluruh kekuasaan pada satu tangan yaitu Presiden Sukarno. Semua pihak yang terang-terangan menentangnya dibubarkan atau dipaksa membubarkan diri dan inilah yang terjadi pada Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia.
Di Masyumi ini, banyak warga Muhammadiyah yang berkiprah dalam kancah politik dan karena dibubarkan maka banyak dari mereka yang kemudian kembali aktif di Muhamamdiyah. Namun kembalinya mereka diikuti oleh penerapan kebiasaan berjuang di partai politik (pragmatis, berorientasi pada kekuasaan) yang tentunya berbeda jauh dengan semangat berjuang di Muhammadiyah. Hal tersebut berdampak pada gerak langkah Muhammadiyah yang kalau dibiarkan dapat merusak perjuangan Muhammadiyah.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah kemudian mendiskusikan ceramah KH. Faqih Usman tersebut bersama dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur (HM. Saleh Ibrahim), PWM Jawa Tengah (R. Darsono), PWM Jawa Barat (H. Adang Affandi). Dari diskusi tersebut, PP Muhammadiyah kemudian membentuk tim yang terdiri dari :
  • KH. Moh. Wardan Diponingrat
  • Prof. KH. Faried Ma'ruf
  • M. Djarnawi Hadikusumo
  • Prof. Dr. Hamka
  • M. Djindar Tamimy
  • M. Saleh Ibrahim
  • Kasman Singodimejo
  • KH. Faqih Usman
Hasil rumusan tim ini kemudian dibawa ke dalam sidang Tanwir pada tanggal 25-28 November 1962 yang diselenggarakan di Jakarta. Sidang Tanwir kemudian merekomendasikan rumusan tersebut untuk dibawa ke Muktamar ke-35 pada tahun yang sama di Jakarta. Di Muktamar, rumusan tersebut diterima dengan penyempurnaan, kemudian disahkan menjadi Kepribadian Muhammadiyah. 
Kepribadian Muhammadiyah terdiri dari 4 butir yaitu :
1. Apakah Muhammadiyah itu?
2. Dasar amal usaha Muhammadiyah
3. Pedoman usaha dan perjuangan Muhammadiyah
4. Sifat Muhammadiyah  
Dalam menjawab pertanyaan "Apakah Muhammadiyah itu?" dijelaskan dalam Kepribadian Muhammadiyah bahwa Muhammadiyah adalah suatu persyarikatan yang merupakan gerakan Islam. Maksud gerakan itu ialah dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi mungkar yang ditujukan kepada dua bidang : perseorangan dan masyarakat. Dakwah dan amar ma'ruf nahi mungkar pada bidang pertama terbagi kepada dua golongan yaitu kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni. Kedua kepada yang belum Islam bersifat seruan/ajakan untuk memeluk agama Islam.
Dasar amal usaha Muhammadiyah adalah perjuangan melaksanakan usaha menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan, kebahagiaan luas merata. Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Mhammadiyah yaitu sebagai berikut :
  1.  Hidup manusia mentauhidkan Alloh, ber-Tuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada Alloh semata
  2. Hidup manusia adalah bermasyarakat 
  3. Hanya hukum Alloh SWT satu-satunya hukum yang dapat dijadikan sendi pembentukan pribadi utama dan mengatur tertib hidup bersama menuju kehidupan berbahadia dan sejahtera yang hakiki dunia dan akhirat
  4. Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya hanya akan berhasil bila mengikuti jejak perjuangan Rosululloh
  5. Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi
Memperhatikan uraian di atas maka Muhammadiyah wajib memiliki dan memelihara sifat-sifatnya terutama dibawah ini :

  1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan
  2. Lapang dada, luas pandang dan memegang teguh ajaran Islam
  3. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah
  4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan
  5. Mengindahkan segala hukum dan undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah negara yang sah
  6. Amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh tauladan yang baik
  7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dan pembangunan sesuai dengan ajaran Islam
  8. Kerja sama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya
  9. Membantu pemerintah serta bekerja sama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur
  10. Bersifat adil serta koreksi ke dalam dan keluar dengan bijaksana


Maksud dan Tujuan Muhammadiyah

Muhammadiyah sebagai organisasi seperti halnya organisasi-organisasi lain, tentu mempunyai maksud dan tujuan dalam pendiriannya. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah bab III pasal 6 tentang maksud dan tujuan disebutkan bahwa "Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".

Maksud dan tujuan didirikan Muhammadiyah di atas adalah naskah terkini, dalam sejarahnya pernah mengalami beberapa kali perubahan sejak awal berdiri sampai diputuskan dengan redaksi seperti itu. Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pada awal berdiri

a. Menyebarkan pengajaran kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putra, di dalam    residensi Yogyakarta
b. Memajukan hal Agama Islam kepada anggota-anggotanya
Pada poin a ada pembatasan wilayah yang hanya meliputi residensi Yogyakarta karena saat itu, izin yang turun dari pemerintah kolonial Belanda Muhammadiyah hanya boleh didirikan di wilayah Yogyakarta, dari pengajuan ijin semula meliputi Pulau Jawa yang dipandang terlalu luas untuk sebuah organisasi yang baru berdiri.

2. Sesudah Muhammadiyah meluas ke luar Yogyakarta

a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia Belanda
b. Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan agama Islam kepada sekutu-sekutunya

3. Pada era pendudukan Jepang (1942 - 1945)

Jepang mengontrol ketat semua organisasi yang ada, sehingga semua organisasi harus tunduk pada aturan Jepang, termasuk dalam dokumen dasar organisasi tidak boleh bertentangan dengan kemauan mereka. Maksud dan tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan yaitu : 
a. Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang selaras dengan tuntunannya
b. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum
c. Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya  
Kesemuanya itu ditujukan untuk berjaya mendidik masyarakat ramai

4. Era pasca kemerdekaan

Setelah kemerdekaan, dalam muktamar ke 31 di Yogyakarta pada tahun 1950, rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah dirubah menjadi :
"Maksud dan tujuan persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya."

5. Era Demokrasi Terpimpin

Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-34 tahun 1959 di Yogyakarta, diputuskan maksud dan tujuan Muhammadiyah yaitu :
"Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".

6. Era asas tunggal

Pada muktamar ke-41 di Surakarta pada tahun 1985 terjadi perubahan fundamental dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah meliputi rumusan nama dan kedudukan, azas dan maksut tujuan persyarikatan. Perubahan ini dilakukan karena adanya kebijakan politik pemerintah orde baru saat itu yaitu penyeragaman azas organisasi sosial, politik dan kemasyarakatan dengan azas tunggal Pancasila. Maksud dan tujuan Muhammadiyah mengalami perubahan :
"Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhoi Alloh SWT.

7. Era reformasi

Dalam muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta tahun 2000, Islam digunakan kembali sebagai asas persyarikatan. Hal ini karena situasi politik yang berubah seiring dengan hasil sidang istimewa MPR RI yang dalam salah satu ketetapannya yaitu Tap MPR nomor XVIII/MPR/1998 yang intinya mengembalikan Pancasila sebagai dasar negara RI. Ini berarti bahwa Pancasila tidak harus dijadikan asas lembaga keagamaan, sosial kemasyarakatan maupun politik.

Namun perubahan rumusan asas persyarikatan tidak diikuti oleh perubahan maksud dan tujuan, sehingga tetap sama seperti yang dirumuskan pada era sebelumnya yaitu :
"Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhoi Alloh SWT.

Gerakan Pembaharuan Islam

A. Pengertian Pembaharuan Dalam Islam

Pembaharuan adalah istilah yang sering digunakan dalam konteks gerakan Islam modern, dikenal dengan istilah tajdid dalam bahasa Arab. yang berarti upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaharui kehidupan keagamaan, baik berbentuk pemikiran dan gerakan sebagai reaksi atau tanggapan terhadap tantangan internal maupun eksternal yang menyangkut keyakinan serta urusan sosial umat Islam. Secara riil pembaharuan ini berwujud upaya untuk mengajak umat Islam mempraktekkan keyakinan dan ibadah sesuai dengan tuntunan Al Qur'an serta Sunnah sebagai sumber hukum Islam, dibarengi dengan menjauhi keyakinan serta praktek ibadah yang menyimpang dari ketentuan keduanya.  
Pembaharuan juga mengacu pada term gerakan dalam dunia Islam, yang mulai muncul di era Pada masa klasik, gerakan pembaharuan sudah dirintis oleh Ibnu Taimiyah (1263 - 1328 M) yang didukung oleh muridnya yaitu Ibnu Qayyim al Jauziyah, namun gerakan yang dipelopori oleh Ibnu Taimiyah ini tidak mendapat sambutan yang baik di kalangan umat Islam karena pada kenyataannya pasca mereka tidak ada tokoh-tokoh lainnya yang kemudian meneruskan ide tersebut. Pada modern ini dimulai abad ke - 18 dipelopori oleh seorang tokoh dari Nejed, Arab Saudi yaitu Muhammad bin Abdul Wahhab (1730 - 1791 M), kemudian dilanjutkan oleh banyak tokoh lain seperti Jamaludin Al Afghani, Rasyid Ridho, Muhammad Abduh dan lain-lain. 

B. Latar Belakang Pembaharuan Dalam Islam 

Gerakan pembaharuan dalam Islam pada masa klasik dilatarbelakangi oleh keprihatinan maraknya penyimpangan ajaran-ajaran Islam dikalangan pemeluknya. Akibat pengaruh dari berbagai keyakinan dari luar Islam yang kemudian dicampuradukkan dengan ajaran Islam secara sengaja maupun proses sosial yang bersifat jangka panjang, sehingga di kalangan umat Islam marak praktek keyakinan dan ibadah yang menyimpang. Penyimpangan-penyimpangan itu berwujud firqah/aliran-aliran yang tidak sesuai dengan pokok-pokok ajaran Islam, seperti Khawarij, Mu'tazilah, Syiah, Jabariyah, Qadariyah, tarekat-tarekat tasawuf yang menyimpang dan aliran-aliran lainnya. Dari aliran-aliran keagamaan ini muncul keyakinan dan praktek peribadahan yang menyimpang dari ajaran pokok Islam. Disisi lain secara pemahaman, di kalangan umat Islam berkembang luas sifat jumud (mandek) tidak mau belajar, menolak perubahan dan menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup selamanya. Pemahaman tersebut mengakibatkan umat Islam terjebak dalam praktek-praktek keagamaan yang tidak sesuai dengan tuntunan Islam, terjebak dalam mitos-mitos, takhayul dan bid'ah. 
Di era pertengahan dan modern (mulai abad ke-18), selain masih dilatarbelakangi keprihatinan terhadap penyimpangan ajaran-ajaran Islam, pembaharuan dalam Islam juga muncul dari keprihatinan terhadap kondisi sosial umat Islam yang tertinggal dibandingkan bangsa Eropa yang Nasrani. Peradaban Islam yang mundur, sementara disisi lain peradaban bangsa Eropa yang mulai maju pesat diikuti dengan penjelajahan bangsa-bangsa Eropa untuk mencari tanah jajahan dengan menyasar wilayah-wilayah yang dihuni oleh umat Islam baik di Timur Tengah, Afrika, Asia dan Amerika. 
Di kalangan umat Islam juga terjadi perpecahan yang memprihatinkan. Umat Islam tidak bisa bersatu karena perbedaan aliran, kebangsaan, wilayah dan kepentingan politik. Kemunduran peradaban, ketertinggalan dari bangsa Eropa, perpecahan dan penjajahan yang dialami umat Islam di berbagai belahan dunia oleh bangsa-bangsa Eropa mendorong beberapa tokoh untuk memikirkan nasib umat Islam secara keseluruhan. 

C. Ruang Lingkup Pembaharuan Islam

Berdasar latar belakang diatas, maka dalam wujudnya terdapat dua kecenderungan proses pembaharuan yaitu purifikasi dan reformasi.

1. Purifikasi

Pembaharuan yang bersifat purifikasi (pemurnian) adalah pembaharuan di bidang aqidah dan ibadah. Pembaharuan yang dimaksud disini bukan memunculkan hal baru dalam aqidah dan ibadah, tapi sebaliknya justru mengembalikan aqidah dan ibadah yang dilakukan sesuai dengan tuntunan asli yang terdapat dalam Al Qur'an serta Sunnah. Di kalangan umat Islam meluas praktek-praktek takhayul, kemusyrikan, bid'ah dan churofat yang semua itu mencemari aqidah, dibutuhkan upaya untuk menyadarkan umat agar kembali kepada ajaran Islam sesuai Al Qur'an dan Sunnah, disinilah upaya purifikasi menemukan bentuknya.

2. Reformasi

Pembaharuan ini melingkupi pembaharuan dalam urusan muamalah, sosial umat Islam yang meliputi semua aspek kehidupan umat tanpa terkecuali. Umat Islam mengalami ketertinggalan peradaban yang cukup jauh dari bangsa-bangsa Eropa. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada masa klasik dikuasai umat Islam, berpindah ke Eropa dan selanjutnya termasuk Amerika. Umat Islam tenggelam dalam keasyikan tasawuf, tarekat, praktek-praktek bid'ah dalam ibadah dan meninggalkan ilmu-ilmu dan urusan dunia, berorientasi kepada akhirat menutup pintu ijtihad.

Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam

Muhammadiyah dalam pengertian secara bahasa maupun istilah sudah pasti menunjukkan jati diri sebagai organisasi Islam. Tanpa perlu diteli...